Minggu, 01 Oktober 2017

MITOS TERJADINYA MANUSIA TORAJA

Pada mulanya segalah sesuatunya gelap tapi langit dan bumi sudah bersatu atas perintah Puaang Matua(Sang Pencipta semesta Alam), kemudian langit dan bumi terpencar dan terjadilah terang. Melalui sauan sibarrung(tabung angin kembar) dari langit Puang Matua meniup nafas dan abu ke bumi dan lahirlah manusia pertama dinamai Datu Laukku' yang merupakan nene' manusia pertama di bumi.



Bersama dengan manusia pertama yang lahir di bumi melalui sauan sibarrung lahir pula:
1. Pong pirik-pirik atau neneknya angin
2. La Ungku atau neneknya kapas
3. Takke Buku atau nenknya padi
4. Riako atau neneknya besi
5. Menturiri atau neneknya ayam
6.Tonggo atau neneknya kerbau
7. Allo Tiranda atau neneknya Racun

Menurut ajaran Alukta yang diceritakan sambung menyambung dari pendahulu kita sampai saat ini maka leluhur manusia(Toraja) yang pertama diciptakan oleh Maha Pencipta atau Puang Matua bernama Datu Laukku'

Datu Laukku' memprediksikan perempuan bernama Datu Ettan anaknya Batara Ulo' dan cucu dari Kando Matua dari langit sebelah utara, maka lahirlah anak-anaknya sebanyak 7 orang masing-masing mempunyai nama dan fungsi sebagai berikut:

  • Mula Tau mengayomi kapuran pangngan dan aluk 7777 serta menjadi penghuni batara?pusat angkasa(ba'tangna langi')
  • Seno Bintoen mengayomi Upacara sembangan ongan
  • Pare'-pare' mengayomi upacara remmesan para
  • Roya Tumbang mengayomi upacara bate manurun
  • Lua' Toding mengayomi upacara Tokanan Tedong
  • Landa Samara mengayomi upacara tanan bua'
Salah satu keturunannya yang bernama Pong Mula Tau memperistrikan perempuan bernama Arrang di Batu yang dikaruniakan Puang Matua kepadanya melalui sebuah batu besar  setelah dimohon dengan persembahan kurban sesajen piong sang lampa, maka lahirlah anak-anaknya sebanyak 7 orang juga masing-masing mempunyai nama dengan tugas-tugas sebagai berikut:
  • Pande Patangnga' untangngaran sukaran aluk
  • Pande Paula' unnula' pananda bisara
  • Banno Bulaan ungkambi' tananan pasa'
  • Barrang Dilangi' ungkambi' tetean tampo
  • Papa Langi'na ummanuk-manukki rampanan kapa' 
Manurut Dilangi' ungkambi' aluk sola pemali mellao langi' turun di bintoen mendemme' kapadanganna umpokinallo tengko randuk napasiriwa sanda memba'ka' ma' lando petorak lan kuli'na padang di Pongko'
Seorang keturunannya bernama Manurun Dilangi' melihat bahwa di muka bumi ada tempat yang maha luas untuk berusaha dan berkembang biak. Ia lalu minta isin kepada Puang Matua untuk turun ke bumi dan dikabulkan. Ia diberi kelengkapan secukupnya dan pedoman hidup yang bernama aluk Pitu Sa'bu Pitu Ratu' Pitu Pulo Pitu lise'na balo'na sanda mairi' kumuku'na pantan sola nasang Aluk sipiak tallang sangka' sisese arrusan.

Ia turun melalui sebuah tangga pelangi beserta beberapa orang lelaki pengikutnya dan dibantu ole Poppako'-pako' dan Pong Baradonna dab Bilolo' sampai menginjakkan kaki di sebuah daratan lalu diberinya nama Pongko'.

Setelah manurun dilangit' tiba di tempat tujuan Bilolo'  serta poppako'-pako'  dan pong Baradona akan kembali ke langit melalui tangganya maha pelindung, merekapun lalu menyerahkan biji-biji kapas agar ditanam di kebun dan kelak  dan sudah berbuah dan kering supaya dipetik. Isi buah kapas yang putih bersih itu dipintal jadi benang lalu ditenun dan setelah rampung maka itulah yang digunakan untuk menutupi badan dan serta itulah yang membedakan manusia dan hewan.

Buah kapas lambang perbuatan suci(putih bersih) dan akar serya pucuknya menjadi obat atau tamba' tomalangi'. Menutupi badan itulah pangkal susilah dimana manusia(Toraja) sejak itu dengan berpedoman aluk dan pemali untuk mengenal ibu dan bapaknya sebagai Puang Matua ma' penduan( Tuahan yang kedua), mengenal hubungan kakek nenek, adik dan kakak sepupu dan seterusnya.

Setelah manusia turun temurun mendiami Pongko' perkembangannya menjadi berlipat ganda demikian juga kebutuhan-kebutuhannya lahir batin. Persaingan mencari rezeki menjadi ketat sehingga timbul kejahatan untuk merebut hak-hak orang lain seperti bahan makanan,pakaian,harta benda bahkan merampas suami atau istri orang lain. Karena suasana sudah sedemikian rumitnya, maka timbullah inisiatif orang-orang terkemuka untuk bermusyawarah untuk mufakat memecahkan masalah itu agar masyarakat tertib kembali. Ditentukan bahwa barang siapa bertindak melakukan kejahatan atau perbuatan yang merugikan orang lain baik iti laki-laki maupun perempuan maka ia diwajibkan membayar ganti rugi baik moral maupun materil kepada pihak-pihak yang dirugikan dengan berlipat ganda dan ganti rugi ini dinamai Kapa'.

Maka sejak itu masyarakat Pongko' mulai diklrarifikasikan kedalam 4 tingkatan tana' (kasta) atau status sosial.

1. Tana' bulaan(kasta bangsawan tertinggi)
2. Tana' bassi(kasta bangsawan menengah)
3. Tana' karurung(kasta rakyat merdeka)
4. Tana' kua-kua(kasta hamba)


Menurut falsafah aluk todolo(kepercayaaan asli suku Toraja)  semua tingkatan tana' atau kasta ini berhubungan dengan tugas dan kewajiban manusia dalam mengamalkan aluk todolo. Semua tingkatan tana' tersebut dalam masyarakat dan upacara-upacara adat dan budaya sangat diperhatikan, umpama dalam perkawinan dimana seorang kasta rendah laki-laki tidak boleh kawin dengan kasta di atasnya,tp sebaliknya kasta laki-laki di atas boleh kawin dengan kasta rendah tp turunan anak-anaknya tidak diakui kastanya


Begitupun perceraian dalam keluarga yang bersalah harus membayar suati denda yang disebut "kapa". Hukum dendanya sebagai berikut:
1. Untuk tana' bulaan nilai hukumannya 24 ekor kerbau sang pala'
2. Untuk tana' nassi nilai hukumannya 6 ekor kerbau sang pala'
3. Untuk tana' karurung nilai hikumannya 2 ekor kerbau sang pala'
4. Untuk tana' kua-kua nilai hukumannya 1 ekor babi betina yang sudah pernah beranak.

SISTEM MATA PENCARIAN MASYARAKAT TORAJA


Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng pegunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanaan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, dan ke Papua untuk pertambangan. 

 Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dikenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

Sebelum tahun 1970-an, Toraja hampir tidak dikenal oleh wisatawan barat. Pada tahun 1971 sekitar 50 orang Eropa mengunjungi Tana Toraja. Pada 1972, sedikitnya 400 orang turis menghadiri upacara pemakaman Puang dari Sangalla, bangsawan tertinggi di Tana Toraja dan bangsawan Toraja terakhir yang berdarah murni. Peristiwa tersebut didokumentasikan oleh National Geographic dan disiarkan di beberapa negara Eropa. Pada 1976, sekitar 12,000 wisatawan mengunjungi Toraja dan pada 1981, seni patung Toraja dipamerkan di banyak museum di Amerika Utara. "Tanah raja-raja surgawi di Toraja", seperti yang tertulis di brosur pameran.

Pada tahun 1984, Kementerian Pariwisata Indonesia menyatakan Kabupaten Toraja sebagai primadona Sulawesi Selatan. Tana Toraja dipromosikan sebagai "perhentian kedua setelah Bali". Pariwisata menjadi sangat meningkat: menjelang tahun 1985, terdapat 150.000 wisatawan asing yang mengunjungi Tana Toraja (selain 80.000 turis domestik), dan jumlah pengunjung asing tahunan tercatat sebanyak 40.000 orang pada tahun 1989. Suvenir dijual di Rantepao, pusat kebudayaan Toraja, banyak hotel dan restoran wisata yang dibuka, selain itu dibuat sebuah lapangan udara baru pada tahun 1981.

 pariwisata menjadikan Toraja sebagai daerah petualangan yang eksotis, memiliki kekayaan budaya, dan adat istiadat yang masih sangat di jaga dan terpencil di perbukitan. Wisatawan Barat dianjurkan untuk mengunjungi desa zaman batu dan pemakaman purbakala. Toraja adalah tempat bagi wisatawan yang telah mengunjungi Bali dan ingin melihat pulau-pulau lain yang liar dan "belum tersentuh". Tetapi suku Toraja merasa bahwa tongkonan dan berbagai ritual Toraja lainnya telah dijadikan sarana mengeruk keuntungan, dan mengeluh bahwa hal tersebut terlalu dikomersilkan. Hal ini berakibat pada beberapa bentrokan antara masyarakat Toraja dan pengembang pariwisata, yang dianggap sebagai orang luar oleh suku Toraja.

Bentrokan antara para pemimpin lokal Toraja dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (sebagai pengembang wisata) terjadi pada tahun 1985. Pemerintah menjadikan 18 desa Toraja dan tempat pemakaman tradisional sebagai "objek wisata". Akibatnya, beberapa pembatasan diterapkan pada daerah-daerah tersebut, misalnya orang Toraja dilarang mengubah tongkonan dan tempat pemakaman mereka. Hal tersebut ditentang oleh beberapa pemuka masyarakat Toraja, karena mereka merasa bahwa ritual dan tradisi mereka telah ditentukan oleh pihak luar. Akibatnya, pada tahun 1987 desa Kete Kesu dan beberapa desa lainnya yang ditunjuk sebagai "objek wisata" menutup pintu mereka dari wisatawan. Namun penutupan ini hanya berlangsung beberapa hari saja karena penduduk desa merasa sulit bertahan hidup tanpa pendapatan dari penjualan suvenir.


dengan adanya Pariwisata itu juga turut mengubah masyarakat Toraja. Dahulu terdapat sebuah ritual yang memungkinkan rakyat biasa untuk menikahi bangsawan (Puang), dan dengan demikian anak mereka akan mendapatkan gelar bangsawan. Namun, citra masyarakat Toraja yang diciptakan untuk para wisatawan telah mengikis hirarki tradisionalnya yang ketat, sehingga status kehormatan tidak lagi dipandang seperti sebelumnya. Banyak laki-laki biasa dapat saja menyatakan diri dan anak-anak mereka sebagai bangsawan, dengan cara memperoleh kekayaan yang cukup lalu menikahi perempuan bangsawan.


  • KESIMPULAN: ekonomi masyarakat toraja bergantung pada pertanian dan peternak, dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung memungkinan masyarakat toraja untuk bertani. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja. Toraja juga dikenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

MITOS TERJADINYA MANUSIA TORAJA

Pada mulanya segalah sesuatunya gelap tapi langit dan bumi sudah bersatu atas perintah Puaang Matua(Sang Pencipta semesta Alam), kemudian la...